- StudySolver
- /Dalam Soal Ini Saya Akan Mencoba
Dalam Soal Ini Saya Akan Mencoba
Dalam soal ini saya akan mencoba untuk menjabarkan bagaimana relevansi idealisme dengan keadaan dunia saat ini. apakah masih relevan atau justru itu hanya akan menjadi mimpi dan angan angan bagi sebagian orang yang masih optimis bahwa dunia bisa menjadi tatanan yang baik di tengah carut marutnya abad ke 21 ini. Secara garis besar aliran filsafar idealisme sendiri adalah aliran filsafat yang menganut paham sebagaimana manusia yang ada di dunia ini pada dasarnya adalah bersifat baik, rukun, harmonis dan cinta damai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri Idealisme dapat di artikan sebagai aliran ilmu filsafat yang menjunjung tinggi pikiran sebagai satu satunya hal yang benar. Dengan cara berusaha hidup sesuai dengan cita cita yang di anggap sempurna meskipun terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Jika membicarakan tentang aliran filsafat seperti idealisme kita harus bisa memilah terlebih dahulu siapakah para filsuf yang menganut paham idealisme tersebut agar tidak timbul kerancuan antar satu tokoh dengan yang lainnya. Selama ini para penganut idealisme di identikan dengan keberpihakannya terhadap kaum berpunya dan berkuasa. Selain itu filsuf seperti Engels menganggap bahwa para penganut idealisme dapat di pisahkan dengan cara mengetahui sikap seperti apa yang akan di ambil oleh para filsuf tersebut. Jika para filsuf tersebut menjunjung tinggi ide atau mengatakan ide sebagai suatu hal yang utama merekalah orang orang yang bisa di sebut sebagai penganut idealisme. Orang orang tersebut di antaranya adalah Plato, Hume Berkeley yang berpuncak pada Hegel.
Berikut ini adalah contoh dari salah satu filsuf penganut idealisme yaitu David Hume yang menggap bahwa ide adalah suatu hal yang utama. Ketika bertemu dengan sebuah benda David Hume menganggap bahwa benda tersebut hanyalah sebuah khayalan atau ide yang ada di dalam pikirannya. Contohnya buah apel, menurut David Hume buah apel yang ada di tangannya itu berwarna merah adalah gambaran yang ada di matanya. Beratnya yang beberapa gram itu hanya ada di tangannya. Kemudian menjalar ke otak, lalu di catat oleh otak dan kemudian menjadi sebuah pengertian atau Conceptions. Jadi apel tersebut hanyalah sebuah ide, conception atau khayalan bagi hume yang tidak nyata adanya.
Inilah salah satu bentuk pemikiran filsuf idealisme yang menganggap bahwa ide, khayalan ataupun sesuatu yang semestinya, baik adanya, adalah suatu yang harus di junjung tinggi di dalam kehidupan dengan segala konsekuensi yang ada. Hal ini juga berlaku di dalam berpolitik dan bernegara. Tokoh seperti Aristoteles dalam poin poin pemikirannya mengatakan bahwa politik itu ada sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang baik, aman, kondusif dan harmonis. Aristoteles juga beranggapan bahwa negara memiliki kedudukan tertinggi karena negara memiliki tujuan yang paling mulia.
Di dalam relevansinya, idealisme menurut saya masih bisa mendapat tempat di dalam penataan dunia. Namun, dalam penerapannya kita harus berhati hati dalam melihat dari sudut manakah kita harus memandang idealisme sebagai cara untuk menyelesaikan persoalan. Sebagai contoh kita bisa menggunakan kasus bagaimana idealisme memandang pengungsi perang ataupun bencana yang terjadi di negara lain dari sudut idealisme bahwa mereka adalah manusia yang harus di perlakukan selayaknya manusia. Baik negara maupun individu di dunia harus memandang mereka bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik. Dan mereka juga harus berlaku seperti bagaimana manusia idealis dengan berbuat baik pula. Hal ini serupa dengan bagaimana negara negara di dunia harus memandang aksi pelanggaran HAM di negara negara lain sebagai sesuatu yang salah. Yang mana pelanggaran HAM tersebut di anggap merendahkan martabat orang lain sebagai manusia dan tidak sesuai dengan idealisme. Untuk konteks seperti ini saya menganggap bahwa idealisme masih bisa mendapatkan tempat dimana negara harus menjunjung tinggi idealisme demi mempertahankan dan melindungi martabat manusia.
Namun, berbeda dengan persoalan di atas idealisme sangat sulit di terapkan ketika suatu negara dengan negara lain berbicara mengenai persoalan kepentingan nasional mereka. Karena negara di dunia akan berusaha melakukan apa saja demi mempertahankan ataupun mendapatkan kepentingan nasional mereka tanpa mengalami kerugian. Di dalam negosiasi yang berbicara mengenai kepentingan nasional antar negara mungkin sangat jarang di temukan salah satu dari negara yang melakukan kerjasama atau negosiasi berakhir tanpa kerugian sedikitpun. Hal ini sangat jauh jika di kaitkan dengan cita cita idealisme itu sendiri yang mana negara negara di dunia seharusnya bekerja sama untuk mendapatkan keuntungan bersama demi mewujudkan dunia yang makmur dan harmonis. Karena faktanya negara yang kuat dalam hal ekonomi akan menggunakan kegagahan mereka dalam hal ekonomi untuk memberikan ancaman kepada negara negara yang mereka ajak untuk bekerjasama demi mendapatkan keuntungan. Begitupun negara yang kuat dalam hal militer, mereka akan menggunakan kekuatan militer mereka untuk menakuti negara manapun yang bekerjasama dengannya untuk mendapatkan kepentingan nasional mereka tanpa mendapatkan kerugian. Di dalam konteks seperti ini yang mana negara harus memperjuangkan kepentingan nasional mereka demi mempertahankan eksistensinya di dunia internasional. Menurut saya idealisme adalah hal yang mustahil untuk di terapkan. mengingat tujuan dari adanya kerjasama antar negara itu sendiri adalah mengambil keuntungan sebesar besarnya dari negara lain dan meminimalisir kerugian sekecil kecilnya. Rasanya keuntungan dan kemakmuran bersama seperti apa yang di cita citakan oleh idealisme adalah barang yang tabu untuk di laksanakan.
Di sisi lain yang berbeda dengan tulisan di atas. Idealisme juga dapat menjadi pedoman, pengawas sekaligus tembok pelindung untuk membatasi tingkah laku negara negara yang ada di dunia dalam berinteraksi dengan negara lain. Negara negara di dunia harus membuat idealisme sebagai landasan mereka dalam mengambil tindakan demi meminimalisir akan adanya gesekan antar negara. Selain itu idealisme juga dapat berperan menjadi pengawas ketika ada negara di dunia yang melakukan tindakan yang tidak pantas. Seperti ketika negara negara besar mencoba untuk melakukan invasi demi mendapatkan sumber daya yang terdapat di negara negara kecil. Atau ketika negara besar mencoba melakukan monopoli terhadap negara kecil dalam berbagai sektor. Dengan begitu negara negara kecil akan terlindung dari adanya pengaruh buruk dari negara negara besar dan akan tetap eksis untuk waktu yang lama. Untuk konteks seperti ini idealisme dapat di terapkan di dalam perpolitikan dunia namun hanya sebagai pengawas buka di terapkan sebagai pelaksanaan tatanan dunia sebagai mana mestinya. Inilah salah satu konsekuensi dari idealisme itu sendiri bahwa terkadang idealisme sangat sulit untuk di terapkan di tengah keadaan dunia seperti sekarang ini.
Dengan adanya tulisan di atas saya menyimpulkan bahwa idealisme adalah suatu yang masih relevan untuk di gunakan. Namun konteks penggunaan idealismelah yang harus di perhatikan sehingga idealisme tidak kehilangan relevansinya dan hanya di anggap sesuatu mimpi yang tidak dapat di jalankan bersama. Seperti yang telah saya tuliskan bahwa idealisme dapat di terapkan di dalam konteks tertentu seperti bagaimana cara negara untuk memanusiakan manusia dan bagaimana negara dalam menjaga martabat manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya. Selain itu walaupun di rasa sulit untuk di terapkan dalam konteks tertentu bukan berarti idealisme kehilangan perannya. Idealisme dapat menjadi pengawas dan benteng jika terjadi hal hal yang tidak semestinya di dalam perpolitikan dunia. Karena saya percaya bahwa sesungguhnya seburuk buruknya sebuah negara di dunia masih ada sisi baik yang dapat di munculkan. Itu hanyalah tentang bagaimana tepat atau tidaknya idealisme di terapkan di dalam kondisi tertentu yang di rasa masih memungkinkan demi terwujudnya keadaan dunia yang baik, rukun dan harmonis.
Ambilah sebuah studi kasus dan analisislah menggunakan salah satu derivatif teori idealisme?
Untuk soal berikutnya saya akan membahas mengenai bagaimana derivatif teori idealisme dalam memandang suatu persoalan. Di dalam derivatif sendiri terbagi atas tiga bagian yang pertama adalah Welfare State Theory yang di kemukakan oleh Alfred Eckhard Zimmern berbicara mengenai bagaimana negara memegang peran kunci untuk melindungi dan mempromosikan ekonomi sekaligus budaya demi kesejahteraan rakyatnya. Tujuan adanya derivatif teori ini sendiri adalah untuk mengurangi adanya kesenjangan antara masyarakat kaya dengan miskin. Melalui sistem pajak yang menerapkan bahwa semakin tinggi penghasilan individu maka semakin tinggi pula pajak yang harus di bayarkan kepada negara. Untuk konteks negara, Welfare State bertujuan untuk memicu negara untuk saling terhubung agar menjadi sejahtera dan hidup dalam tatanan dunia intenasional yang harmonis.
Kemudian yang kedua adalah The Great Illusion yang di kemukakan oleh Ralph Norman Angel. Hadirnya teori ini mengemukakan tentang bagaimana militer adalah aktor utama dari penderitaan yang di alami oleh masyarakat. Untuk itu teori ini menekankan tentang bagaimana cara agar mencegah terjadinya konflik senjata. Peran militer di dalam suatu negara harus di batasi. Dan setiap negara membutuhkan sikap yang taat terhadap internasional law demi menyelesaikan konflik dengan jalan damai.
Dan yang terakhir dari derivatif teori ini terdapat New War Theory yang di kemukakan oleh Mary Kaldor. Pada awalnya teori ini mencuat ketika akhir perang dingin pada saat dunia memasuki era globalisasi. Dimana saat itu Welfare State Theory berubah bentuk menjadi New War Theory. Teori ini mengemukakan bahwa setiap negara harus mengubah kebijakannya agar penyelesaian konflik dapat selesai hingga ke akarnya. Berbeda dengan Welfare State Theory yang mengemukakan bahwa negara menjadi aktor penting dalam berpolitik. New War theory justru mengungkapkan bahwa dalam berpolitik negara juga harus mengkombinasikan hubungan baik antar negara negara maupun antar negara dengan non negara.
Dari ketiga derivatif teori di atas saya akan mencoba untuk mengalisa persoalan pembangunan pangkalan militer China di Laut China Selatan. Menggunakan teori yang di kemukakan oleh Ralph Norman yaitu The Great Illusion. Berikut ini adalah artikel yang saya ambil dari media online Sindonews.com
Jepang Kecam Pangkalan Militer China di Laut China Selatan
TOKYO – Jepang mengecam China yang telah membangun pangkalan militer di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Tokyo menuduh Beijing bergerak dengan taktik "tangan tinggi" untuk menguatkan klaimnya atas kawasan Laut China Selatan.
Jepang telah menerbitkan laporan pertahanan tahunan yang tlah direvisi pada Selasa (21/7/2015). Laporan setebal 500 halaman yang disetujui oleh Pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe, termasuk memuat hasil citra satelit yang mengungkap proyek pulau buatan China di Laut China Selatan.
China mengklaim hampir 90 persen dari 3,5 juta km persegi kawasan Laut China Selatan. Klaim itu ditentang Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan yang sama-sama mengklaim kawasan maritim tersebut.
"Kami telah memastikan bahwa China telah memulai pembangunan dan (eksplorasi) laut dan kami mengulangi penentangan kami untuk pengembangan unilateral China dan menyerukan China untuk berhenti," kata Kementerian Pertahanan Jepang dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.
Jepang sejatinya tidak ikut terlibat dalam sengketa Laut China Selatan dengan China. Kedua negara itu bersengketa atas kawasan Laut China Timur. Kendati demikian, Tokyo khawatir pangkalan militer Beijing di Laut China Selatan digunakan sebagai pos-pos radar untuk kepentingan China dalam sengketa Laut China Timur.
Kecaman Jepang terhadap China itu muncul di saat parlemen Jepang memperdebatkan undang-undang yang akan memungkinkan militer Jepang bangkit untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II. Sejak wacana bangkitnya militer Jepang itu muncul, Angkatan Bersenjata Jepang (SDF) untuk pertama kalinya bersiap untuk latihan perang bersama dengan militer Amerika Serikat dan Australia.
Dari artikel ini di sebutkan bahwa China yang mengklaim sejumlah 3.5 juta km persegi telah mendirikan pangkalan militer di wilayah tersebut dengan alasan untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayah Laut China Selatan. Namun berkaca dari teori yang di kemukakan oleh Ralph Norman. Pembangunan pangkalan militer oleh China tidak akan menjamin keamanan malah akan menimbulkan konflik yang berkelanjutan akibat negara negara di sekitar tersebut merasa terancam dengan keberadaan pangkalan militer tersebut. Hal ini terbukti dari adanya protes dari Jepang akibat ketidaknyamanan Jepang karena pembangunan pangkalan militer tersebut di anggap sebagai pos radar untuk memuluskan kepentingan China di Laut China Timur. Mengingat sebelumnya China dan Jepang telah terlibat sengketa di wilayah Laut China Timur Untuk itu jika di pandang dari sudut pandang teori The Great Illusion China seharusnya lebih mengutamakan jalan diplomasi terkait sengketa di wilayah Laut China Selatan tersebut. Dan tidak di perlukannya tindakan militer sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik ataupun upaya untuk menjaga kestabilan wilayah yang terkait sengketa.
Selain itu kurang tepatnya tindakan China di wilayah Laut China Selatan menurut teori The Great Illusion juga terletak dari pernyataan presiden Joko Widodo yang menolak klaim China dengan mengatakan bahwa China tidak mempunyai dasar hukum yang jelas terkait pengklaiman wilayah Laut China Selatan. Namun pengklaiman tersebut tetap di lanjutkan dengan cara mendirikan pos pos militer di wilayah tersebut. Mengingat seharusnya China mematuhi hukum internasional yang berlaku dengan cara melakukan negosiasi secara damai bukan dengan cara mengklaim wilayah Laut China Selatan dengan mendirikan pos pos militer.
Di lain sisi yang perlu di soroti dari konflik Laut China Selatan ini bukanlah hanya China sebagai suatu negara. Melainkan, negara negara yang ada di sekitaran wilayah terkait ataupun negara yang di rasa memiliki kepentingan di wilayah itu. Saya menyoroti bagaimana Jepang dan Filipina sebagai negara yang memiliki kepentingan di wilayah Laut China Selatan dalam menghadapi konflik yang terjadi. Pertama Filipina memiliki kesalahan dengan ikut membangun pangkalan militer di wilayah konflik bahkan jauh sebelum China membangun pangkalan militernya. Namun, seiring berjalannya waktu Filipina lebih memilih untuk membangun koalisi dengan negara lain seperti Amerika Serikat demi meredam gejolak yang terjadi. Menurut saya hal ini sudah sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh The Great Illusion teori sebagai mana di sebutkan jika negara tetanggga berlaku agresif di wajibkan untuk membangun koalisi guna meredam dan mencegah perang terjadi. Kemudian untuk Jepang, negara tersebut lebih memilih untuk melakukan koalisi dengan negara negara seperti Australia dan Amerika Serikat guna meredam konflik yang terjadi dibandingkan dengan membangun pangkalan militer yang serupa dengan China dan Filipina. Hal ini juga saya anggap tepat mengingat hal ini lebih efektif untuk meredam konflik yang terjadi daripada harus membangun pangkalan militer guna menjaga kestabilan yang malah menimbulkan bertambahnya ketegangan antar negara negara yang terseret sengketa.
Freelance Writer
I’m a freelance writer with a bachelor’s degree in Journalism from Boston University. My work has been featured in publications like the L.A. Times, U.S. News and World Report, Farther Finance, Teen Vogue, Grammarly, The Startup, Mashable, Insider, Forbes, Writer (formerly Qordoba), MarketWatch, CNBC, and USA Today, among others.